uud(pasal 1 ayat 1 dan 2) negara hukum ( ayat3) mrngakui kekuasaan tuhan (pemb. uud 45) negara sbg org kekuasaan melindungi segenap bangsanya (pembukaan uud 1945) dengan wilayah kurang lebih 13500pulau. cita cita tujuan negara (pemb. uud 45) nkri. pengakuan dari neg lain 31 maret 47. negara kebangsaan disebut juga negara persatuan atau negara Wacana memfungsikan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR untuk merumuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN mencuat lagi. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Sukarnoputri menekankan pentingnya mengembalikan “ruh” Pembangunan Nasional Semesta Berencana PNSB yang pernah digunakan di masa Demokrasi Terpimpin. Wacana ini sebenarnya tidak baru dan telah mendapat dukungan relatif besar dari kekuatan-kekuatan politik yang ada. Di antara partai-partai yang memiliki perwakilan di DPR beberapa sudah menyatakan dukungan, sementara beberapa yang lain mengatakan masih mengkaji. Tapi belum ada partai yang terang-terangan menolak. Di sini kami menyimpulkan adanya kesepahaman bahwa sejak dihapusnya GBHN dari konstitusi melalui amandemen UUD 1945, negara ini telah kehilangan dua syarat penting bagi perubahan yang dicita-citakan pertama, konsepsi nasional yang obyektif dan menyeluruh, mencakup seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; kedua, kepemimpinan nasional yang mampu mengkoordinasikan dan mengarahkan seluruh aparatur negara dari tingkat pusat sampai ke jajaran paling bawah, juga yang mampu menarik partisipasi rakyat dalam rangka bergotong royong untuk mencapai tujuan nasional. Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM, yang merupakan turunan dari perintah UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional SPPN dipandang belum memenuhi persyaratan di atas. Kelemahan yang paling sering disebutkan adalah tidak adanya konsistensi, atau, dapat bergantinya kebijakan dan haluan negara seiring bergantinya pemerintahan. Terkait dengan penilaian dan wacana ini, kita harus bercermin pada sejarah untuk mengambil pelajaran-pelajaran. Lahirnya konsepsi pembangunan nasional di Indonesia dapat dirunut pada keputusan Dewan Pertimbangan Agung DPA bulan September 1959 yang menyatakan Manifesto Politik sebagai “garis-garis besar daripada haluan negara”. Manifesto Politik Manipol, yang merupakan Pidato Presiden Sukarno dalam peringatan detik-detik Proklamasi tanggal 17 Agustus 1959, ini kemudian diperinci oleh DPA menjadi penjelasan tentang dasar/tujuan dan kewajiban revolusi Indonesia, sifat revolusi Indonesia, hari depan revolusi Indonesia, musuh-musuh revolusi Indonesia, dan usaha-usaha pokok revolusi Indonesia di berbagai bidang. Manifesto Politik sendiri merupakan respon atas perkembangan situasi negara saat itu yang sekitar sembilan tahun terombang-ambing dalam sistem politik liberal. Puncaknya adalah kegagalan Konstituante merumuskan konstitusi yang baru, sehingga Presiden Sukarno memutuskan untuk mengeluarkan dekrit membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945. Bung Karno menamakan momentum ini pada judul pidatonya sebagai “Penemuan Kembali Revolusi Kita” Rediscovery of our Revolution. Pengertian “revolusi” menurut Bung Karno adalah tindakan “menjebol atau membongkar tatanan yang sudah usang” dan “membangun atau mengganti dengan tatanan yang baru”. Maka Manifesto Politik ini menjadi penanda bagi penjebolan atau pembongkaran atas segala peninggalan kolonialisme dan sisa feodalisme, serta penataan kembali sistem ekonomi, politik, dan sosial budaya beserta alat-alatnya yang selaras dengan kebutuhan menghadapi imperialisme sebagai persoalan pokok dengan tujuan mencapai masyarakat adil-makmur. Akan tetapi, konsepsi yang tertuang dalam Manifesto Politik ini hanya sempat efektif berjalan kurang dari lima tahun. Selebihnya, ketika orde baru mengambil alih kekuasaan, haluan negara telah berubah total. Orde baru mewarisi sebagian perangkat struktur maupun infrastruktur politik dari pemerintahan sebelumnya, sehingga tidak heran GBHN dan pembangunan berencana lima tahunan tetap digunakan. Tapi haluan yang dipilih sama sekali berbeda dari yang dimaksudkan oleh Bung Karno. Atau dalam istilah lain, perangkat kerasnya hardware tetap dipertahankan tapi perangkat lunaknya software diganti total. Memperhatikan wacana yang berkembang sejauh ini, kami berpendapat bahwa perhatian kita tidak hanya ditujukan pada “perangkat kerasnya” semata, seperti MPR, badan-badan musyawarah semacam Musrenbang, atau perangkat hukumnya. Hal ini penting dalam pengertian untuk “retooling” atas alat-alat negara, alat-alat sosial ekonomi, politik, hukum dan budaya, sehinga menjadi lebih efektif, lebih demokratis dan membuka ruang partisipasi rakyat. Tapi yang lebih penting sekarang adalah perangkat lunaknya, yakni apa yang disebut Bung Karno sebagai “Konsepsi Nasional”. Mengapa? Karena perangkat lunak ini yang telah puluhan tahun dipelintir oleh orde baru dan semakin terpelintir di era liberal 18 tahun terakhir. Ketika membicarakan Konsepsi Nasional, mau tidak mau, kita harus mengalisa secara historis dan obyektif untuk menentukan keadaan seperti apa yang sedang dihadapi bangsa Indonesia serta menemukan persoalannya yang pokok. Setidaknya demikian yang dilakukan oleh Bung Karno dalam Manifesto Politik tahun 1959. Saat ini kita tidak mempunyai tokoh sebesar Bung Karno untuk menyusun suatu “konsepsi nasional”, tapi warisan yang ditinggalkan beliau dan para pemikir bangsa di masa lalu dapat kita jadikan referensi untuk mengenal keadaan sekarang dan menemukan solusi atasnya. Di samping konsepsi, persoalan “Kepemimpinan Nasional” juga merupakan aspek penting yang tidak boleh dilupakan. Kepemimpinan di sini bukan dalam arti sempit soal figur semata, melainkan kepemimpinan yang bersifat programatik dan kelembagaan. Sistem liberal telah mencerai-beraikan bangsa Indonesia, sehingga kepentingan invididu selalu tampak lebih menonjol dalam penyelenggaraan negara maupun kehidupan masyarakat. Figur presiden, atau bahkan lembaga kepresiden, tidak akan sanggup menghasilkan kepemimpinan yang efektif tanpa ada konsensus atas sebuah konsepsi yang dilahirkan secara bergotong royong dan juga siap dijalankan secara bergotong royong. Tidakhanya sekedar perayaan, Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tentu memberikan makna yang mendalam bagi masyarakat Indonesia. Momen ini mengingatkan peristiwa sejarah proklamasi, di mana presiden pertama, Ir. Soekarno berorasi dan membacakan naskah penting yang menyatakan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.. Dengan begitu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui apa makna Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sebuah Refleksi Kemerdekaan Indonesia yang ke- 66 Kepemimpinan adalah sebuah seni mempengaruhi orang lain agar memiliki kacamata yang sama dengan pemimpinnya untuk visi dan misi serta tujuan bersama. Kepemimpinan di Indonesia pun sampai saat ini telah ditorehkan oleh beberapa orang yang terpilih sebagai pemimpinnya dan membawa arah bangsa ini sesuai dengan gaya dan corak yang dirumuskan oleh pemimpin beserta tangan kanan dan tangan kiri memang tak dipungkiri merupakan suatu peristiwa yang telah terjadi, namun tidak ada salahnya jika kita mempelajari sejarah untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik, ibaratnya kita menengok ke belakang untuk melihat kesalahan yang telah terjadi setelah itu sepenuhnya focus ke depan dengan amunisi obat penawar kesalahan dan momentum masa depan yang lebih Konsep KepemimpinanKepemimpinan secara konsep berawal dari kepemimpinan potensial yang selanjutnya jika di asah akan menghasilkan kepemimpinan kinetic. Kepemimpinan Kinetik inilah yang secara rill dapat dilihat kinerja nyatanya oleh setiap objek yang dipimpin dan pihak ketiga. Kunci kesuksesan dari segi kepemimpinan adalah dengan gaya masing-masing pemimpin yang sesuai dengan kondisi serta berada pada koridor waktu yang tepat. Kepemimpinan pun merupakan hasil dari interaksi dua arah antara pemimpin dengan orang yang KepemimpinanSejatinya sebuah pembentukan karakter manusia, Kepemimpinan dari aspek tatanan kehidupan merupakan hasil bentukan. Bentukan mengandung arti bahwa kepemimpinan ini nyatanya adalah hasil dari proses berbagai kristalisasi dan pola piker yang mendalam yang dari kewaktu mengalami pendewasaan dalam pengambilan keputusan serta peningkatan kebijaksanaan dalam kehidupan. Secara asal kata mengandung makna kata sifat bukan kata kerja, mengindikasikan bahwa kepemimpinan yang sejati memang akan terpatri dalam diri KepemimpinanKepemimpinan yaitu Pertama, Proses Pembentukan. Kedua, Praktik Gaya dan system Manajemen diri dan organisasi. Ketiga, Hasil capaian yang terukur dan memberikan Kepemimpinan Nasional di Indonesia baca Presiden1. Ir. Soekarno 1945-1966. Beliau lah orang pertama yang memimpin bangsa Indonesia setelah bangsa ini mengalami penjajahan yang cukup lama oleh Belanda dan Jepang. Pada masa kepemimpinannya Beliau dibantu oleh Bung Hatta. Bung Karno sapaan hangat yang memiliki kemampuan dalam Solidarity Maker, sementara itu Bung Hatta memiliki kecendrungan sebagai garda terdepan dalam hal administrative. Akhir kepemimpinannya Bung Karno disingkirkan secara dictator dengan kekerasan. Namun yang paling mencolok semasa pemerintahaannya, Bung Karno adalah pemimpin yang senantiasa memompa optimism Politik 1966-1998. Pada masa kepemimpinan Bapak Soeharto Kemelut sejarah banyak terjadi misteri didalamnya. Beliau bisa disebut sebagai pemimpin yang otodidak dan pragmatis. Dari sisi kepemimpinanya cendrung represif dan mengorbankan kebebasan kebijakannya secara keliru baca Liberal sehingga mengantarkan Indonesia ke Pintu Krisis Ekonomi dan Politik yang parah 19983. Prof. Habibie 1998-1999. Jika dilihat secara fase kepemimpinan, bisa dibilang kepemimpinan Bapak BJ Habibie adalah menghadapi fase “Liberalisasi Politik” yang sulit. Dan karena merupakan benih dari pemerintahan sebelumnya, Prof yang menjadi orang no 1 di Indonesia ini tidak bisa keluar dari stigma “Pelanjut Soeharto”. Bisa dibilang pada saat itu beliau memimpin Negara ini bukan pada waktu momentum yang tepat. Alhasil Gagal memelihara gerakan. Dan cendrung dengan Politik yang minimal.Bersambung Lihat Politik Selengkapnya MaknaProklamasi Bagi bangsa Indonesia yaitu : Lahirnya negara dan bangsa Indonesia. Sebagal puncak perjuangan pergerakan anti penjajahan. Dimulainya revolusi Indonesia yaltu perpindahan kekuasaan dari penjajah kepada pemerintah Indonesia. Sebagal sumber hukum lahirnya hukum nasional dan berakhirna hukum kolonial.
Desti Setiawati Politik Monday, 10 Jan 2022, 1224 WIB Penulis Desti Setiawati Kepemimpinan negara diartikan sebagai kemampuan atau keahlian seorang pemimpin dalam memengaruhi rakyat di dalam suatu negara dengan tujuan mencapai sasaran atau cita-cita negara yang ditetapkan. Setelah berpuluh tahun lamanyua konsep dasar kepemimpinan negara majuberkembang begitu pesat, maka dengan itu muncul respon yang sangat luar biasa dari para manajer dan eksekutif bagaimana super leadership dapat mengubah asumsi-asumsi dasar bahwa mereka telah mempelajari leadership dan juga menyajikan alternatif-alternatif untuk tidak mengikat kemampuan yang luas dari para pengikutnya. Konsep-konsep tersebut muncul untuk menekankan tujuan menjadi pemimpin efektif yaitu leadership. Beberapa orang tampaknya mulai menyadari bahwa ukuran terbaik kepemimpinan efektif mereka adalah bukan seberapa banyak mereka memberikan yang terbaik dan menerima klaim, akan ytetapi dapat diukur melalui keberhasilan orang lain. Kepemimpinan Negara Secara Universal A. Kepemimpinan Lokal Asia Pada dasarnya, kepemimpinan di wilayah Asia tumbuh dengan semangat latar belakang agama, kepercayaan, dan nilai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakat lokal. Secara khusus, kepemimpinan di masyarakat Asia sangat terkait dengan budaya lokal masyarakat. Budaya lokal masyarkat menjadi basis konsep kepemimpinan yang diinginkan oleh masyarakat lokal tersebut. Oleh karena itu, kepemimpinan di masyarakat Asia sering dikenal dengan sebutan kepemimpinan budaya. Artinya, kriteria kepemimpinan efektif diukur sejauh mana pemimpin mampu mempertahankan dsan melaksanakan budaya lokal masyarakat. Mereka memandang penting mempertahankan budaya lokal mereka, karena mengandung nilai-nilai, norma-norma, dan kepercayaan tentang hubungan manusia dengan alam, sesama dan Tuhan yang dipercayai sebagai ”jiwa” mereka mencapai tujuan hidup. Karakteristik kepemimpinan dan budaya masyarakat lokal Asia ternyata tidak jauh berbeda, baik itu dari Indonesia, India Nishkama Karma-The Indian Selfless Servant, Malaysia Malay Hierarchical Social Structure, Iran Islamic Leadership dan Rabbani, Imam Khomeni’s Approach dan Cina Confucian. Stabilitas kehidupan melalui nilai-nilia kerukunan dan harmoni menjadi jiwa’ masyarakat lokal Asia. Nilai senioritas menjadi ukuran mendasar memilih seorang pemimpin mereka. Pemilihan pemimpin mereka bersifat sukarela. Mereka menyadari kedudukan sosial mereka dan memberikan kepercayaan kepada seorang yang dianggap lebih senior senioritas untuk memimpin dan mengayomi kepentingan mereka. Proses ini berlangsung dalam mekanisme musyawarah. Cara ini dapat dianggap efektif untuk menumbuhkan komitmen bersama yang kuat atas penerimaan kehadiran seorang pemimpin mereka. Pemimpin dalam masyarakat lokal Asia memegang kendali pengambilan keputusan, sedangkan masyarakat sebagai pengikut bersikap pasif dan sukarela mengikuti perintah pemimpin. Ini merupakan implikasi proses kepemimpinan masyarakat lokal Asia. Warna sentralistik dan kolektivitas adalah dominan dalam aplikasi kepemimpinan lokal Asia. Kemudian aspek paternalistik juga tidak lepas dari stigma kepemimpinan lokal Asia. Mereka sebagai laki-laki lebih pantas mengayomi dan melindungi masyarakat ketimbang mereka dari kelompok perempuan. B. Kepemimpinan Barat Berdasarkan konteks kepemimpinan dari persepktif Barat, dapat dirumuskan pola kepemimpina Barat. Pertama, Proses kepemimpinan Barat bersifat formal, dan rasional. Formal artinya pemimpin muncul melalui proses atau sistem baku yang berlaku di organisasi dan berjalan secara procedural. Rasional artinya ada kriteria yang digunakan untuk memilih dan mengukur keberhasilan efektivitas kepemimpinan. Hal ini juga diatur secara formal. Kondisi ini selanjutnya membawa konsekuensi bahwa kepemimpinan Barat bersifat transaksional. Pemberian apresiasi atau kompensasi atas keberhasilan kepemimpinan diyatakan dalam sistem organisasional. Demikian pula, hubungan pemimpin dan pengikut dalam konteks Barat bersifat transaksional. Ada hubungan timbal balik antar pemimpin dan pengikut yang dinyatakan dalam penghargaan materi. Lebih penting lagi efektivitas peran pemimpin dan pengikut-pengikutnya diatur secara formal dan transaksional. Efektivitas kepemimpinan ditentukan oleh sejauh mana organisasi mampu menguasai sumber daya penting dan langka pada posisi yang kuat di pasar kompetisi. Kepemimpinan Barat mengadopsi paham pasar dan efisiensi. Pemimpin dianggap berhasil jika organisasi yang dipimpin memiliki jangkauan operasi dan sumber daya-sumber daya yang tersebar luas. Di satu sisi, hal ini untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi. Di sisi lain, sebagai bentuk jaminan efesiensi pengelolaan organisasi dan bentuk hegemoni pengaruh kepemimpinan. Bentuk organisasi atau perusahaan seperti multi-national corporation merupakan wajah konkrit hegemoni pengaruh’ Barat. Kemudian demi efesiensi, paham globalisasi’ atau pasar global’ mendorong pengkondisian pasar dan organisasi yang terstandarisasi, homogeny, dan identik. Besaran pengaruh hegemoni’ semakin besar. Budaya di lingkungan masyarakat modern Asia tidak lagi berbasis pada nilai-nilai budaya asli mereka, tetapi banyak mengadopsi cara berpikir pasar, pragmatis dan kompetisi. Pada akhirnya, kepemimpinan lokal Asia tidak dapat dipertahankan eksistensi dan tergerus oleh gelombang globalisasi, termasuk globalisasi kepemimpinan Barat. C. Eksistensi Teori Kepemimpinan Low and High-Context Perspectives Child, 2002 Eksistensi teori kepemimpinan dapat dipengaruhi juga oleh perspektif teoretikal tentang sensisvitas teori terhadap keadaan suatu negara atau region. Ada dua perspektif sensistivitas teori atas keunikan suatu negara, yaitu low-context perspectives dan highcontext perspectives. Low-context perspective mengadopsi universalitas perspektif dan tidak memiliki sensitivitas atas keunikan suatu negara atau wilayah. Low-context perspectives memandang setiap negara atau wilayah dalam metaphora mesin machine metaphor. Perkembangan ilmu manajemen dalam low-context perspectives berorientasi bagaimana mengelola sumber daya ekonomi seefesien mungkin dan mengandung nilai produktivitas yang tinggi. Ilmu strategi bersaing lahir dalam kondisi di mana kelangkaan sumber daya ada dan diperlukan media kompetisi untuk mendapatkannya. Demikian perkembangan teori kepemimpinan berorientasi pada memimpin organisasi melaksanakan efisiesi proses, pemenangang kompetisi, dan peningkatan produktivitas sumber daya ekonomi. Kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional merupakan contoh teori kepemimpinan pada low-context perspectives. Di sisi lain, high-context perspectives menggunakan pendekatan metaphora budaya cultural school atau metaphor dalam memandang konteks setiap negara. Melalui metaphora budaya, Morgan menjelaskan bahwa setiap negara adalah unik karena setiap memiliki kepercayaan dan nilai-nilai yang berbeda tentang apa tujuan hidup individu dan bangsa. Apresiasi atas keunikan negara sangat tinggi. Perkembangan teori pada high-context perspective lebih menekankan bagaimana memperkuat suasana harmoni internal sehingga stabilitas komunitas atau organisasi dapat dihasilkan dan terpelihara. Namun perlu diakui, bahwa perkembangan teori, termasuk teori kepemimpinan di perspektif ini bersifat stagnan. Dinamika atas tantangan lingkungan eksternal relatif tidak diperhatikan, karena jika kondisi harmonisasi internal dan ekstenal telah tercapai maka aliran timbale-balik sumber-sumbe daya ekonomi akan berjalan alami. Dalam perspektif ’low context perspective, hal di atas menafikan tantangan yang sesungguhnya dihadapi oleh setiap individu dan organisasi dalam mendapatkan sumber daya ekonomi yang semakin langka. Pada awalnya keberadaan highcontext’ dan low-context perspectives menjanjikan dua aliran perkembangan teori, khususnya teori kepemimpinan. Namun ideologi globalisasi’ menyebabkan paham modernitas Barat menguasai pula cara berpikir masyarakat modern Asia. Eksistensi teori kepemimpinan lokal Asia hanya berlaku sebagai cerita atau eksis di lingkungan masyarakat tradisional. Pancasila Sebagai Panduan Kepemimpinan Negara-Bangsa Indonesia Berfikir eksklusif menimbulkan satu dimensi baru yang disebut perang multi dimensi dengan merubah sistematika berpikir secara eksklusif. Karenanya proses kepemimpinan tidak seharusnya dilihat semata-mata dari perspektif waktu masa sekarang dalam eksklusifitas pemahanan satu golongan, tetapi harus mengantisipasi proses perubahan yang terjadi di masa depan demi tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara. Berfikir eksklusif terjadi sebuah blind impact dalam melihat kearifan lokal dan wawasan bangsa yang telah membawa kemerdekaan Indonesia sebagai satu bangsa bebas. Konsep kepemimpinan tersebut tidak dapat keluar dari sumber negara dan bangsa yaitu Rakyat manusia yang mempunyai kemampuan alamiah serta terdidik untuk menjawab tantangan jaman. Pancasila dapat menjadi solusi untuk keberlanjutan Negara-Bangsa Indonesia terutama dalam bidang kepemimpinan nasional. Dari kepemimpinan nasional tantangan administrasi publik akan dapat dipecahkan. Oleh sebab itu, Pancasila tanpa manusia tidak akan berarti seperti pikiran administrasi yang menyatakan manusia sebagai pusat inti dari segala gerak administrasi publik. Pancasila sebagai jiwa, dasar filosofi, pandangan hidup dan kepribadian manusia akan dapat menjawab tantangan jaman. Tantangan kepemimpinan publik abad 21 dapat dihadapi jika Pancasila digerakkan kembali sebagai satu keutuhan dan senyawa hidup dalam diri manusia. Dalam konsep administrasi publik senyawa tersebut merupakan inti dari kemampuan dan kekuatan manusia itu sendiri. Dalam konsep filosofi administrasi publik inti dari manusia bukan hanya kemampuan intelegensi otak semata, melainkan intelegensi yang terpadu dalam kesejajaran emosional dan spiritual. Penulis adalah Mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta kepemimpinan negara negara indonesia Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Politik
PengertianSumpah Pemuda. Sumpah pemuda adalah ikrar atau janji yang dilakukan oleh seluruh organisasi pemuda Indonesia yang berisikan komitmen untuk menjadi satu tanah air, satu tumpah darah, dan satu bahasa yang berdaulat demi menggapai cita-cita bangsa, yakni kemerdekaan negara Indonesia.
menurutprof. dr. mustopadidjaja, bahwa kepemimpinan nasional diartikan sebagai sistem kepemimpinan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, meliputi berbagai unsur dan srtuktur kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan pemerintahan negara dan masyarakat, yang berperan mengemban misi perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan KemerdekaanIndonesia tidak diraih dengan mudah. Terdapat perjuangan panjang dan pengorbanan besar dari tokoh pahlawan nasional untuk mewujudkannya. Yuk, kita simak kisah mereka! Hari Pahlawan Indonesia yang jatuh pada tanggal 10 November merupakan momentum yang tepat bagi kita semua untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan bagi Indonesia. BacaJuga: Sejarah Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Kertas Asli Baru Diserahkan Tahun 1995 ke Arsip Nasional Makna proklamasi lainnya yaitu Indonesia memulai revolusi baru, yakni adanya perubahan secara mendasar dan cepat. Contoh revolusi baru tersebut berupa pemindahan kekuasaan kepada negara yang merdeka serta berdaulat.
Sebagaiwarga negara Indonesia yang baik tentu sangat penting untuk memahami makna Pancasila sebagai dasar negara. Ideologi dasar bangsa Indonesia ini harus dipegang erat karena merupakan elemen yang paling penting dalam negara ini. Kedudukan Pancasila sendiri sudah diatur dengan jelas pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tepatnya di alinea keempat.

Wawasankebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna sebagai berikut: 1. Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan. 2.

.
  • sbccdv6czt.pages.dev/95
  • sbccdv6czt.pages.dev/962
  • sbccdv6czt.pages.dev/557
  • sbccdv6czt.pages.dev/468
  • sbccdv6czt.pages.dev/608
  • sbccdv6czt.pages.dev/568
  • sbccdv6czt.pages.dev/228
  • sbccdv6czt.pages.dev/650
  • sbccdv6czt.pages.dev/791
  • sbccdv6czt.pages.dev/411
  • sbccdv6czt.pages.dev/620
  • sbccdv6czt.pages.dev/103
  • sbccdv6czt.pages.dev/80
  • sbccdv6czt.pages.dev/182
  • sbccdv6czt.pages.dev/512
  • makna negara dan kebangsaan bagi kepemimpinan nasional